Bogor--13/11/2021 Qudwah itu panutan atau suri tauladan. Al qudwah juga berarti Al qadwah, Al qidwah, dan Al qidyah yang bermakna ‘apa-apa yang telah engkau ikuti dan engkau biasa dengannya.’ Al qudwah juga bermakna Al uswah (contoh).
Nama qudwah berasal dari bahasa
arab dengan huruf awal q dan terdiri atas 6 huruf. Kata qudwah memiliki
pengertian, definisi, maksud atau makna panutan, suri tauladan, contoh,
teladan, bisa digunakan untuk nama bayi (nama anak), nama perusahaan, nama
merek produk, nama tempat, dan lain sebagainya. Kata qudwah yang bermakna
panutan, suri tauladan; contoh, teladan ini boleh kita gunakan selama arti
qudwah tidak berkonotasi negatif di lingkungan tempat tinggal kita.
Kajian kitab 10 Qowaid Fii
Tazkiyatun Nafs yang membahas tentang kaidah keempat yaitu, اتخاذالأسوةوالقدوة
(menjadikan uswah dan qudwah). Perbedaan kedua hal tersebut yaitu terletak pada
bentuknya. Seperti uswah yang memiliki arti panutan yang bersifat ilmu
pengetahuan dan akhlak. Sementara qudwah memiliki arti panutan yang bersifat
perbuatan. Namun, keduanya sangat berat untuk dilakukan. Sehingga yang perlu
kita jadikan panutan adalah para rasul, terutama Rasulullah SAW, teladan kita
semua.
Tentang uswah dan qudwah tersebut
difirmankan Allah SWT dalam Qs. Al-Ahzab ayat 21 yang artinya "Sungguh ada
dalam diri Rasulullah uswatun hasanah bagi seseorang yang mengharapkan Allah,
hari akhir, dan zikir kepada Allah."
Menurut tafsir Ibnu Katsir,
(Ibnu Katsir, jilid 6, hlm. 391)
bahwa ayat ini merupakan pedoman bergaya hidup. Dengan pedoman itu seseorang
dapat mengontrol diri dan selalu sadar untuk mengintrospeksi kesesuaian gaya
hidup sehari-harinya sebagai hamba Allah yang saleh. Ayat tersebut merupakan pokok paling besar di dalam
penjelasan tentang keteladanan Rasulullah saw dalam ucapan, dalam perbuatan dan
dalam sikap-sikapnya. Sehingga keteladanan pada diri Rasulullah merupakan
totalitas. Dan ketika kita mengikuti ajaran beliau, itu merupakan bukti cinta
kepada Allah. Kita tidak dapat melakukan
tazkiyatun nafs jika tidak mengikuti sunah nabi.
Keteladanan (qudwah/uswah hasanah)
dijadikan sebagai metode dalam pendidikan Islam secara psikologi didasarkan
akan fitrah manusia yang memiliki sifat gharizah (kecenderungan mengimitasi
atau meniru orang lain).
Al quran memberikan petunjuk pada
manusia kepada siapa mereka harus mengikuti dan meneladani agar mereka tidak
tersesat.
Seseorang menjadi berakhlak dan
berbudi pekerti baik, tidak cukup hanya dengan mengajarinya tanpa ada
unsur keteladanan di dalamnya. Karena itu salah satu prinsip
penyelenggaraan pendidikan dalam UU Sisdiknas pada pasal 4 adalah pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan. Dan ini penting sekali untuk
dilaksanakan oleh kita semua.
Tanggung jawab mendidik sebagai
seorang pendidik sangatlah penting. Pendidik harus mampu menanamkan cinta
agama, pendidikan akhlak yang mulia, berkepribadian luhur, mempunyai kompetensi
tinggi dan semangat kebangsaan kepada peserta didiknya. Mengapa? agar generasi
muda Indonesia ke depan akan menjadi generasi yang tidak hanya cerdas lahir
batin, produktif, inovatif, kreatif dan religius.
Seorang budayawan pernah
mengatakan bahwa seorang anak yang rajin membaca bukan karena disuruh membaca,
tapi karena selalu melihat orang tuanya membaca. Seorang anak berakhlak santun
karena keteladanan orang tua, guru dan linkunga sekitarnya mengajarkam
kesantunan dan kemuliaan akhlak. Orang tua adalah prototype yang dicontoh anak.
Ini senada dengan perkataan lisanul hal afshahu min lisanil maqal (bahasa
perbuatan lebih fasih daripada bahasa lisan). Perbuatan lebih mengena daripada
sekedar kata-kata.
Seorang anak kecil yang belum
sanggup berbicara dan memahami perintah lisan pun dapat meniru pekerjaan
yang sering mereka lihat dan saksikan. Anak balita mengikuti bagaimana
orang tua dan lingkungan keluarga mendidiknya. Memang ada kecenderungan manusia
untuk lebih mudah meniru perilaku orang lain daripada menaati perintah lisan.
Hasil tiruan yang berulang-ulang inilah, disadari atau tidak akan perlahan
membentuk sikap dan karakter seseorang. Dan ini dimulai dari rumah dan
keteladanan yang diberikan orang tua dan anggota keluarganya.
Melatih sikap, membentuk
kepribadian dan menanamkan nilai pada seseorang dengan cara memberikan contoh
atau teladan, apalagi melalui keteladanan kolektif lebih efektif
dibandingkan hanya sekadar instruksi lisan, karena orang pada dasarnya tidak
senang disuruh-suruh, tidak senang diatur-atur, atau merasa terlalu diawasi
melalui peraturan yang ketat, bahkan terkadang muncul pengulangan-pengulangan
perintah. Senada dengan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa semakin banyak
peraturan yang dibuat oleh negara, semakin menunjukkan bahwa Negara itu lemah,
karena itu yang dibutuhkan bukan semata-mata aturan, tapi pembudayaan hukum.
Mendidik dan mengajari seseorang
tanpa ada keteladanan di dalamnya, serupa dengan orang yang melakukan amar
ma’ruf tapi dia sendiri tidak mengamalkannya. Seandainya memerintahkan orang
lain berbuat kebaikan yang kita sendiri tidak amalkan tetaplah sebuah
kebaikan. Dalam QS. Ash-Shaff: 2-3 yang artinya
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan. Hal (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” Oleh karena itu, seorang pendidik
seyogyanya tidak hanya sebagai seorang pengajar yang mentransfer ilmu
pengetahuan, tetapi juga menjadi teladan atau uswah, sebagaimana juga
disebutkan dalam UU Sisdiknas pada pasal 40 tentang kewajiban pendidik, yaitu
salah satunya memberi teladan.
Menilik tujuan pendidikan
nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu dan seterusnya, maka tidak cukup hanya dengan mengajarkan peserta didik
ilmu pengetahuan yang menjadikan mereka cerdas dan berilmu, tapi harus
disertai keteladanan dalam mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spiritual, akhlak mulia, serta kepribadian yang baik. Memberikan contoh
kebaikan untuk diteladani adalah aset bangunan pendidikan yang kokoh, karena
itu disebutkan dalam hadits “Barangsiapa dalam Islam memberikan contoh kebaikan
maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya” (HR.
Muslim). Begitu pula dalam hadits yang lain“Barangsiapa menunjukkan kepada
sebuah kebaikan maka baginya pahala seperti pahala orang yang melakukan
kebaikan itu”(HR. Muslim)
Kita berharap adab dan akhlak yang
baik serta nilai-nilai kejujuran menjadi teladan yang semakin tumbuh,
berkembang dan dilestarikan di semua lingkungan pendidikan khususnya pendidikan
formal yang saat ini lebih banyak dipercayakan untuk memikul beban
pendidikan. Fungsi Negara untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945
tidak hanya kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan spiritual dan
kecerdasan emosional tentunya.
Prinsip qudwah dengan memberikan
teladan kepada orang lain untuk diikuti atau bahkan diduplikasi sedekat mungkin
dengan Rasulullah saw. Qudwah hasanah dari prinsip tersebut diterapkan dari
level personal sampai ke level komunitas, di satuan pendidikan maupun di
lingkungan masyarakat. Maka ke depannya tentu akan mencetak calon
pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab, amanah dan berani membawa
masyarakatnya menuju kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan sampai di level
bernegara. Qudwah yang menjadi karakter dalam nilai-nilai moderasi beragama
ini, jika dikaitkan dengan konteks sosial kemasyarakatan, maka memberikan
pemaknaan bahwa seseorang atau kelompok umat Islam dapat dikatakan moderat jika
mampu menjadi pelopor atas umat yang lain dalam menjalankan nilai-nilai
keadilan dan kemanusiaan.
Kepeloporan ini harus terus
menerus disosialisasikan dari contoh-contoh keteladanan Rasulullah saw, para
sahabat, para tabi'in dan para Ulama pewaris Nabi.
Indikator qudwah(kepeloporan)
dalam nilai-nilai moderasi antara lain bisa menjadi contoh/teladan di
lingkungannya, mau berintrospeksi jika berbuat kesalahan atau mengevakuasi di
setiap kegiatan, tidak suka menyalahkan orang lain, memulai langkah baik dari
diri sendiri dan menjadi pelopor dalam kebaikan seperti menjaga kelestarian
lingkungan dan alam sekitar.
Komitmen seseorang terhadap
moderasi beragama akan terlihat dari sejauh mana seorang tersebut mampu menjadi
qudwah (teladan atau pelopor) dalam menciptakan kehidupan damai, aman, tenteram,
menghargai orang lain, yang berorientasi pada nilai-nilai keadilan. Dengan kata
lain qudwah dalam sembilan nilai moderasi beragama ini memiliki ciri- ciri
dapat memberikan contoh/teladan, memulai langkah baik dari diri sendiri dan
menjadi pelopor dalam berbuat baik untuk kepentingan bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kepeloporan seseorang harus terus berjalan
berkesinambungan dan berkelanjutan membawa kemaslahatan untuk umat manusia.
Teladan dan kepeloporan bisa
dimulai dari diri sendiri, dari keluarga dan dari tempat tinggal lingkungan
kita berada. Pelopor moderasi beragama dengan nilai-nilai yang dijalankan
sesuai ajaran agama Islam.
Islam yang ramah bukan marah.
Oleh Rakhmi Ifada, S.Ag, M.Pd.I
Guru SMAN 1 Cigombong Bogor
Bogor, 13 November 2021
Luar biasa, semoga bermanfaat. Aamiin
BalasHapusMerkur 37C Safety Razor Review – Merkur 37C
BalasHapusThe Merkur 37c is an excellent septcasino short handled DE safety razor. It is septcasino more suitable for https://deccasino.com/review/merit-casino/ both heavy and non-slip hands and is therefore aprcasino a great option for experienced casino-roll.com