KH Abdul Chalim Leuwumunding: Pendidikan dan Kiprahnya di NU dan Masyarakat

KH Abdul Chalim Leuwimunding, menurut penuturan putranya, KH Asep Saefudin Chalim, lahir pada 2 Juni tahun 1898 M di Leuwimunding, Majalengka yang dulu masuk Karesidenan Cirebon.

Direktorat PAI Dorong Penguatan Nilai Moderasi Beragama pada Guru PAI SMA/SMK

Buahdua (8/6/2023) -- Cirebon (Direktorat PAI) – Direktorat Pendidikan Agama Islam, melalui Subdit PAI pada SMA/SMK, menyelenggarakan kegiatan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Guru Pendidikan Agama Islam jenjang SMA/SMK Tahun 2023.

SMK Islam Yapim Manado Join ToT Wawasan Kebhinekaan

Bekasi-16/06/22 SMK Islam Yapim Manado mengikutsertakan salah satu gurunya dalam pelaksanaan Training of Trainer Wawasan Kebhinekaan bagi para pelatih.

PP Pergunu Ikutkan 16 Calon Master Trainer dalam ToT Wawasan Kebhinekaan

Bekasi-16/06/22 Persatuan Guru Nahdlatul Ulama mengikutsertakan sekitar 16 guru NU dalam pelaksanaan Training of Trainer Wawasan Kebhinekaan bagi para pelatih.

Aklamasi Konferwil I Pergunu Sulut Lahirkan Bakri sebagai Ketua Terpilih Periode 2022/2027

Manado—(12/02/2022) Perhelatan Konferensi Wilayah I Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Sulawesi Utara telah usai digelar di Gedung PWNU Sulawesi Utara.

Pergunu Sulut Gelar Konferwil I Merajut Konsolidasi Membangun Misi

Manado-(10/02/22) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama Sulawesi Utara rencananya sabtu minggu ini akan menggelar hajatan Konferensi Wilayah untuk pertama kalinya.

SMK Islam Yapim Manado Sabet Finalis 3 Anugerah Indonesia Damai 2021 Kategori Guru Pelopor MOderasi Beragama

Jakarta--SMK Islam Yapim Manado menyabet Finalis 3 Anugerah Indonesia Damai 2021 Kategori Guru Pelopor Moderasi Beragama.

Islam Itu Damai, Anti Kekerasan

Bogor-24/11/2021 Kehadiran Islam di muka bumi merupakan ajaran agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW sebagai risalah dan rahmat bagi seluruh alam.

Rekomendasi Guru Pelopor Moderasi Beragama di Indonesia

Manado--12/11/2021 Sejak diterbitkannya Petunjuk Teknis (Juknis) Lomba menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama Tahun 2021

Yaa Lal Wathon: Lagu Magis Lagu Perjuangan Dicipta sebelum Indonesia Berwujud

Manado-05/11/2021. Malam ini saya menghadiri sebuah acara luar biasa yang digagas dan diiniasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia kerja bareng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Nilai Moderasi: Tasamuh - Toleransi

Nilai moderasi ketiga, tasamuh atau toleransi. Sikap toleransi sangat dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Nilai Moderasi: I'tidal - Tegak Lurus

Moderasi Beragama adalah suatu cara pandang atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang.

Relasi Resolusi Jihad dan Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya

Rakyat dan negeri ini sepatutnya bersyukur atas adanya peristiwa Resolusi Jihad dan Pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya.

Gerakan Moderasi Beragama Berbasis Ekstrakurikuler di SMK Islam Yapim Manado

Abad 21 adalah abad yang penuh dengan tantangan dan harapan.

Membangun Manusia Indonesia Bersama Kiai Asep Saifuddin Chalim

Membangun manusia Indonesia adalah tugas bersama antara warga Negara dan Negara itu sendiri.

Best Practice: Latihan Kepemimpinan dan Bela Negara SMK Islam Yapim Manado

Abad 21 adalah abad yang penuh dengan tantangan dan harapan.Bangsa Indonesia dihadapkan dengan sebuah tantangan yang luar biasa berat yang menuntut kompetensi di semua lini kehidupan.

Pancasila dan Nasib Guru Agama

Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata Sanskerta "pañca" berarti lima dan "śīla" berarti prinsip atau asas.

Rohis Gelar Halal Bihalal Bersama Senator Sulawesi Utara

Manado == Rohis SMK Islam Yapim Manado hari ini menyelenggarakan acara halal bihalal secara sederhana.

Gerakan Moderasi di Sekolah Versus Gerakan Merdeka Belajar

Manado, 02/05/2021 Hari ini peringatan Hari Pendidikan Nasional. Adapun tema yang diangkat adalah “Serentak Bergerak Mewujudkan Merdeka Belajar”.

Apa dan Bagaimana ToT Guru Pelopor Moderasi

JAKARTA_Gerakan Moderasi di sekolah memiliki misi membumikan 9 (sembilan) nilai-nilai mulia di kalangan siswa.

Empat Pilar Kebangsaan dan Pendidikan Agama Islam

Inspirasi, Membicarakan Islam di Indonesia seperti membicarakan uang logam dengan dua sisi yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan. Bagaimanapun sejarah keduanya saling bertalian dalam konteks keindonesiaan.

Waka HKI Buka LKBN 2019

Manado, 10/08/2019 == Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Industri, Bakri, M.Pd.I membuka secara resmi kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Bela Negagara (LKBN) OSIS SMK Islam Yapim Manado Masa Khidmat 2018/2019

Kamis, 29 April 2021

Waka HKI Buka LKBN 2019















Manado, 10/10/2019 == Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Industri, Bakri, M.Pd.I membuka secara resmi kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Bela Negagara (LKBN) OSIS SMK Islam Yapim Manado Masa Khidmat 2018/2019. LKBN kali ini dilaksanakan di daerah Mokupa  tepatnya di Eks Gedung Manado Beach Hotel Manado. Kegiatan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dari hari Kamis s/d Sabtu atau tanggal 10 s/d 12 Okktober 2019. 

Dalam sambutannya Waka HKI yang juga menahkodai Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Manado itu mengharapkan kegiatan LKBN ini digunakan sebagai media menggembleng kemampauan diri peserta didik dalam hal jiwa kepemimpinan dan sekaligus meningkatkan kesadaran kebangsaan atau merasa satu bangsa. Peserta didik harus mampu menunjukkan dirinya berbeda dengan peserta didik yang lain yang tidak pernah mengikuti kegiatan LKBN semacam ini. 

Panitia kegiatan iniiadalah pembina OSIS dan pembina Rohis, dan pengurus inti dari kedua organisasi tersebut. Peserta LKBN adalah peserta didik yang sudah dipilih dan memiliki kualifikasi kepemimpinan dan tentu juga mendapatkan izin dari orang tua mereka masing-masing. Adapun jumlah peserta sudah ditentukan berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sekitar 50 s/d 60 peserta didik. 

Output kegiatan ini adalah: (1) terbentuknya pemimpin pelajar yang kuat baik mental, fisik, dan jasmani, (2) memiliki pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang cukup, (3) terciptanya solidaritas antarpelajar, (4) handal dan cekatan dalam menyelesaikan problema organisasi, (5) terciptanya pelajar yang cerdas dalam bermedsos, (6) terhindarnya pelajar dari pornografi dan pornoaksi, (7) terciptanya pelajar yang sehat terhindar dari penyalahguaan narkotika, dan (8) terciptanya pelajar yang taat beribadah.

(#zigaumarov)

Pendidikan yang Memerdekan: Refleksi Hari Meredeka

 

Sejak 1945 kita, orang Indonesia, memang sudah merdeka. Kita memang sudah bangkit sejak 1908. Tapi, apakah pendidikan kita sekarang sudah bisa dikategorikan sebagai pendidikan yang memerdekakan. Apakah terasa bahwa pendidikan kita saat ini adalah yang membangkitkan anak-anak bangsa? Anak-anak kita?

Jujur saja. Saat ini masih banyak siswa yang tidak merdeka dalam mengeksplorasi minat mereka, mengeksplorasi sesuatu yang berbeda hanya karena dibatasi oleh norma-norma yang mengatakan bahwa "Kalau bukan jurusan eksakta, maka kamu tidak termasuk anak cerdas. Kalau tidak lulus UN, maka klaar hidupmu!".
Adalah menjadi tontonan rutin di televisi ketika para siswa mulai SD sampai SMK/SMA menangis sesenggukan pada saat doa bersama menjelang UN, karena UN begitu disakralkan. UN dianggap sebagai momok, kesulitan dan ancaman , meski tahun ini hal itu sudah mulai berubah.
Anggapan setelah lulus S-1, maka si anak harus S-2 dan setelah itu S-3 sudah menjadi suatu hal lumrah. Banyak para lulusan S-1, ketika ditanya alasannya meneruskan ke jenjang S-2, maka sebagian besar menjawab, "Karena saya sudah lulus S-1!".
Bahkan, untuk lulusan S-2, jika ditanya alasanya meneruskan ke jenjang S-3, maka jawabannya adalah, "Karena saya sudah lulus S-2!".
Rasanya, tidak banyak orang menyadari bahwa ada tanggung jawab akademis yang diemban seseorang anak setelah meraih gelar doktor. Karena, gelar doktor seyogiyanya bukan sekedar untuk mempercantik CV, bukan semata untuk kepentingan nyaleg, apalagi nyapres!.
Ya, pendidikan kita memang masih bersifat normatif. Bahkan, pendidikan agama yang seharusnya sarat muatan eksploratif dan analitis, akhirnya hanya bersifat dogmatis dan normatif. Bagaimana mungkin tingkat ketakwaan hanya diukur dari sisi knowledge, dan bukan penerapan nilai-nilai agama itu sendiri?
Cobalah perhatikan ketika guru mengajar di kelas bangku mana yang duluan terisi? Cobalah memberi kuliah atau seminar di universitas-universitas di negeri ini. Coba kita amati barisan kursi yang manakah yang terisi terlebih dahulu? Coba kita amati, apakah kita langsung dibombardir dengan pertanyaan setelah selesai presentasi?
Entah mengapa, mulai forum-forum seminar di hotel berbintang, sampai kuliah umum di universitas ternama, kursi deretan paling belakanglah yang selalu terisi lebih dulu. Lalu, entah mengapa, siswa baru berani bertanya jika sudah ada yang bertanya lebih dulu. Mereka takut salah, takut pertanyaannya dianggap tidak berkualitas, --yang dalam bahasa anak zaman sekarang disebut culun punya alias cupu, sehingga memborgol pertanyaan dan rasa ingin tahu yang mungkin sudah ada di benak mereka. Buntu! Padahal apa yang ada di kepala mereka bisa jadi lebih fresh dan berkualitas.
Sebaliknya, banyak dosen di universitas-universitas di luar negeri mengeluhkan minimnya keaktifan mahasiswa Indonesia dalam bertanya atau berpendapat, apalagi berdebat di ruang kuliah. Padahal, justru melalui hal itulah dinamika pencarian ilmu dan proses pencerahan berlangsung.
Kalau siswa masih menganggap UN sebagai momok, jika siswa masih menganggap juara olimpiade sains lebih bergengsi dibandingkan juara lomba drama, bila profesi PNS atau bekerja di perusahaan multi nasional dianggap lebih fancy daripada punya gerai ayam goreng yang dibangun dan dikelola sendiri, rasanya pendidikan kita malah justru mengkerdilkan dan bukan memerdekakan bangsa ini.
Pendidikan seharusnya memberi kemerdekaan untuk menginterpretasikan keinginan, ambisi, dan semangat tanpa dibatasi pakem, bahkan norma. Pendidikan yang memerdekakan seharusnya memberi ruang untuk siswa berani menentukan keputusan sendiri, berkreasi,dan mengambil risiko. Pendidikan yang memerdekakan akan bermuara pada kebangkitan!
Soekarno, Habibie, Gus Dur, Hatta, bukanlah produk dari pendidikan yang kerdil. Mereka beruntung dapat berguru dari sumber ilmu yang memberi ruang bagi ide-ide gila dan nyeleneh. Nasionalisme, industri strategis, pluralisme dan ekonomi kerakyatan adalah buah pendidikan yang memerdekakan siswa didik.
Semakin terbukanya dunia, maka siswa semakin dituntut memiliki mental eksploratif, kreatif dan kritis. Bagaimana mungkin kita bisa unggul di tingkat global dan regional, jika pola pendidikan kita masih terkukung oleh pendidikan kognitif semata, yang tidak membangkitkan sisi rasa dan humanisme?
Khalifah
Allah SWT bersabda: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka: Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau? Dia berkata: Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al Baqarah :30).
Tuhan tentu punya misi khusus bagi manusia. Tuhan menciptakan manusia menjadi alat-Nya untuk menyatakan Kuasa-Nya yang masih Dia sembunyikan dalam alam ini. Manusia diharapkan dapat membongkar rahasia semesta. Rahasia kebesaran Allah SWT. Karena itulah, manusia dijadikan "khalifah". Di situlah letak kemuliaan kita sebagai mahluk-Nya.
Dengan prinsip itulah, sekali lagi, harusnya kita sadar bahwa pendidikan yang memerdekakan dan membangkitkan bukanlah pendidikan kerdil yang menghasilkan manusia berkarakter Firaun dan berkarakter iblis, yang terus menerus merusak bumi dan isinya.
Pendidikan yang memerdekakan dan membangkitkan adalah pendidikan yang melahirkan para khalifah, para prabu, yaitu manusia-manusia matang dan unggul. Pendidikan yang memerdekakan dan membangkitkan adalah pendidikan yang juga melahirkan para rahadian, yaitu manusia-manusia unggul dan menang, bukan manusia-manusia pecundang!
Dirgahayu Republik Indonesia ke-70!!
Jayalah Bangsaku Jayalah Negeriku!!!
Bakri, S.Pd.I., M.Pd.I
Penulis adalah Staf Guru SMK Yapim Manado

Empat Pilar Kebangsaan dan Pendidikan Agama Islam

















Inspirasi, Membicarakan Islam di Indonesia seperti  membicarakan uang logam dengan dua sisi yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan. Bagaimanapun sejarah keduanya saling bertalian dalam konteks keindonesiaan. Setidaknya  dalam sejarah kita mencatat secara faktual bahwa hadirnya Indonesia sebagai negara merdeka berkat perjuangan para pendahulu (faundingfathers) yang  notabene beragama Islam setidaknya tanpa berkeinginan untuk  untuk menafikan kehadiran para pendahulu yang beragama non Islam yang jumlahnya bisa dibilang sangat sedikit dari kalangan Indonesia Timur.

Indonesia hari ini adalah milik kita bersama yang warga negaranya beragama berbeda-beda. Karenanya ajaran 4 Pilar Kebangsaan  dalam upaya menjaga kelestarian Indonesia sangat fundamental keberadaannya. Empat Pilar Kebangsaan itu adalah Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Bagaimana hubungan keempatnya dengan Pendidikan Agama Islam?? Pertama Pancasila. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.  Rasa kebertuhanan sebenarnya telah melekat sedemikian rupa dalam lubuk hati manusia. Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa kesadaran manusia akan kebertuhanan sejatinya telah ada jauh sebelum manusia lahir ke muka bumi ini. (QS. Al-A’raf [7] : 172-173). Dalam Islam konsep Ketuhanan Yang Maha Esa disebut tauhid. Tauhid itulah keyakinan terdalam yang paling awal dari semua agama2  yang ada di  bumi.  Selanjutnya buka QS. Al-Anbiya[21]: 25 dan QS. Al-Ikhlas [112] : 1-4.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Islam menempatkan jiwa manusia pada tempat yang mulia. Dalam Al-Qur’an, Allah telah menegaskan tentang status mulia manusia yang mengatasi makhluk2 lainnya. (QS. Al-Isra’ [17]: 70). Islam juga sangat peduli dengan keselamatan jiwa manusia. (QS. Al-An’am [6]: 151). Islam mengajarkan tak ada bedanya melenyapkan satu nyawa dengan melenyapkan banyak nyawa. Keduanya merupakan perbuatan keji dan mengancam perdamaian dunia. (QS. Al-Maidah [5]: 32).
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Islam memandang, persatuan tidak hanya sekedar kerumunan yang disatukan dalam satu ruang tanpa tujuan. (QS. Ali Imran [3]: 103). Dalam konteks keindonesiaan, tentu saja kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dengan spirit ketuhanan yang mengedepankan nilai2 kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengedepankan kepentingan rakyat, yang berkeadilan bagi semua.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan  Perwakilan. Rakyat adalah penguasa tertinggi dalam sebuah Negara karenanya kerakyatan sebagai prinsip kenegaraan berarti kepentingan rakyatlah yang harus menjadi sumber inspirasi setiap kebijakan dan langkah kekuasaan Negara. Dalam kaidah fiqih dikatakan, kebijakan pemimpin atas rakyatnya harus selalu mengacu kepada kepentingan mereka. Karena pada hakekatnya pemimpin merupakan pelayan bagi yang dipimpinnya. Rasulullah  saw bersabda, “Kamu semua adalah pemimpin  dan setiap pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya.” Perbedaan   pendapat adalah hal yang wajar, karenanya harus disikapi dengan bijaksana. Al-Qur’an mengajarkan musyawarah untuk mufakat dengan cara2 yang lembut. (QS. Ali Imran [3]: 159). Dalam sejarah Islam kita juga menemukan bahwa Rasulullah juga melakukan musyawarah  ketika menghadapi masalah2 keumatan seperti soal strategi dalam perang dan lain-lain.
Sila kelima adalah Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Secara etimologi, adil berasal dari bahasa Arab ‘adala—ya’dilu—’adlan yang berarti lurus, seimbang, dan sama. Jadi adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya atau memberikan hak kepada orang yang mempunyai hak. Begitu pentingnya rasa keadilan dalam kehidupan ini, Allah meyebut kata ini lebih dari seribu kali dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam QS. Al-Baqarah [2]: 282, QS. An-Nisa’ [4]: 135, dan QS. Al-Maidah [5]: 42.
Pilar yang kedua adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pendiri bangsa ini meyakini bahwa Negara ini akan menjadi besar jika mau bersatu karenanya NKRI yang ada saat ini adalah sebuah ikatan jiwa dan raga anak bangsa. Semangat nasionalisme dapat bersenyawa dengan baik dengan pendidikan agama melalui pengembangan penelitian, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini bisa dijalankan hanya mungkin jika Negara dalam keadaan meedeka bebas dari imperialism dan kolonialisme.
Pilar ketiga adalah Bhineka Tunggal Ika. Gagasan negera Indoensia adalah buah dari pahit getirnya perjalanan nusantara di era2 sebelumnya. Pendidikan bukan hanya media transfer of knowledge tapi juga transfer of value. Bhineka Tunggal Ika bukan hanya pengetahuan tapi dia juga nilai. Nilai kebangsaan yang harus ditularkan kepada generasi penerus agar Indonesia tetap lestari.

Pilar terakhir adalah Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa semangat Islam tidak dapat dipisahkan dengan semangat pendirian Negara untuk membebaskan diri dari penjajahan kala itu. Namun demikian tokoh-tokoh Islam kala itu mampu mengerem dirinya untuk tidak memperturutkan keinginan diri atau kelompoknya masing-masing tapi justru berupaya mengayomi kelompok mino-ritas dengan UUD 1945 sebagai UUD Negara.(abu umarov)

Apa dan Bagaimana ToT Guru Pelopor Moderasi, Ini Nilai Moderasinya (3)



















JAKARTA_Gerakan Moderasi di sekolah memiliki misi membumikan 9 (sembilan) nilai-nilai mulia di kalangan siswa. 1. Pertengahan/Tawasut. Dengan indikator tidak memihak, tidak berat sebelah, bertumpu pada kebenaran, berfikir rasional, rendah hati, dan memberi manfaat. 2. Tegak lurus/I’tidal. Dengan indikator punya pendirian, tanggungjawab, kritis, berfikir dan berkata benar, memberikan hak kepada orang lain, dan menempatkan sesuatu sesuai porsinya. 3. Toleransi/Tasamuh. Dengan indikator menghargai sesama, menghargai budaya, tidak memaksakan pendapat/kehendak, kenerima perbedaan, tidak memandang perbedaan fisik dan psikis dalam bersosialisasi, dan memberikan kebebasan bagi orang lain selama tidak merugikan orang lain. 4. Musyawarah/Syura‘. Dengan indikator suka berdiskusi, mau mendengar pendapat orang lain, suka mengajukan pendapat, menerima dan melaksanakan keputusan bersama, dan berfikir positif. 5. Reformatif/Islah. Dengan indikator suka minta maaf dan memaafkan, lapang dada, terbuka terhadap kritikan/masukan, dan terbuka terhadap perubahan. 6. Kepeloporan/Qudwah. Dengan indikator memiliki inisiatif, kreatif dan inovatif, rela berkorban, mengajak orang lain terlibat aktif, bisa memotivasi, dan mampu memobilisasi masa. 7. Kewargaan/Muwatthanah. Dengan indikator cinta tanah air, memiliki nasionalisme, menghargai pahlawan, suka sejarah bangsa, bangga menjadi bangsa dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, mengakui dan menghargai sepenuhnya keanekaragaman pada diri bangsa Indonesia, dan mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan sendiri dan kelompoknya. 8. Anti kekerasan/Dlid al unuf. Dengan indikator penyayang, empati, penolong, ramah, pemaaf dan menghargai pandangan dari berbagai sudut pandang. 9. Ramah budaya/I’tibar al’urf. Dengan indikator bangga dengan budaya Indonesia, menghargai budaya masyarakat, melestarikan budaya, bisa menampilkan budaya, seni daerah, mengembangkan kesenian tradisional, dan mempromosikan budaya daerah. (aar) #moderasisekolah #gurupelopormoderasi #agpaii

Source: www.agpaii.org