Manado-05/11/2021. Malam ini saya menghadiri sebuah acara luar biasa yang digagas dan diiniasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia kerja bareng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Acara ini adalah Workshop Pemimpin Agama dan Penggerak Gerakan Nasional Revolusi Mental dan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) di Sulawesi Utara. Acara serupa pernah saya ikuti sekitar empat tahun lalu tepatnya pada tahun 2017. Saat itu saya hadir benar-benar murni sebagai peserta MKNU yang harus duduk disiplin mengikuti acara dengan durasi minimal 36 jam itu. Alhamdulillah malam ini kembali saya bisa menikmati situasi yang sama meskipun bukan lagi sebagai peserta namun hanya sebagai “penggembira”.
Acara
malam ini dilaksanakan di salah satu hotel terkenal di Manado. Tempatnya
strategis di bilangan pusat kota Manado yang multikultural. Di tempat ini
selain bersilaturahim dengan sesama warga nahdliyin saya bisa kembali merefresh
pengetahuan saya terkait dengan materi-materi inti MKNU yang luar biasa.
Hebatnya materi ini juga disampaikan oleh narasumber-narasumber pusat dari PBNU
yang juga luar biasa. Malam ini saya menikmati uraian komprehensif dari Drs. H.
Sulthonul Huda, M.Si dan Dr. H. Endin AJ Soefihara, MMA. Keduanya luar biasa
mampu menyampaikan materi yang berat dengan ringan, bersahaja, dan lucunya pasti
khas NU. Kira-kira miriplah dengan stand
up comedy namun penuh dengan isi dan gizi yang penting untuk nutrisi isi
kepala saya yang mulai melemah ini. Adapun materinya adalah arah cita-cita dan strategi perjuangan NU 2015-2026 dan
Review perjalanan satu abad NU 1926-2026.
Ditengah-tengah
acara kami diminta berdiri untuk menyanyikan sebuah lagu yang tidak asing lagi
buat saya dan warga nahdliyin lainnya. Lagu itu adalah Syubbanul Wathon (Pemuda
Cinta Tanah Air) yang lebih familiar disebut Yaa Lal Wathon. Lirik lagu ini
diciptakan langsung oleh K.H. Wahab Hasbullah salah satu kiai besar pendiri
Nahdlatul Ulama. Lagu ini tercipta sebagai lagu perjuangan rakyat di tahun 1934
dengan berbahasa Arab. Jika menelisik isi lagu kita dapatkan didalamnya
terdapat sebuah ekspresi atau ungkapan mendalam tentang nasionalisme. Rasa
kebangsaan dan cinta tanah air yang ingin digelorakan oleh sosok sang kiai. Benih-benih cinta tanah air ini akhirnya
bisa menjadi energi positif bagi rakyat Indonesia secara luas sehingga
perjuangan tidak berhenti pada tataran wacana, tetapi pergerakan sebuah bangsa
yang cinta tanah airnya untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Slogan
hubbul wathon minal iman sendiri adalah
potongan lirik yang terdapat dalam lagu ini. Ungkapan ini menjadi begitu popular
mengalahkan judul lagunya sendiri. Cinta
tanah air bagian dari iman, bahasa kerennya nasionalisme bagian dari iman itu
sendiri. Siapapun yang pernah menghafal
lirik lagu ini dan menyanyikannya pasti akan merinding karena spirit dan magis liriknya. Jauh
sebelum Indonesia merdeka lagu ini telah eksis di pesantren-pesantren khususnya
pesantren Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama telah mengajarkan bab hubbul wathan
jauh sebelum Indonesia menjadi sebuah bangsa dan Negara yang berdaulat.
Kesimpulannya Nahdlatul Ulama sedari dulu telah memiliki visi yang jelas
terkait dengan wilayah Nusantara yang harus menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia sampai kapanpun. Karena NKRI adalah Negara kesepakatan, siapapun yang
melanggar kesepakatan adalah penghianat bangsa. Dari dulu hingga sekarang
satu-satunya organisasi masyarakat (ormas) yang getol menyuarakan NKRI harga
mati hanyalah Nahdlatul Ulama. Mari kita simak dan dengarkan bersama lagu hasil
istiqarah sang kiai.
Salam Moderasi Beragama!!
Penulis: Bakri, S.Pd.I., M.Pd.I
Guru SMK Islam Yapim Manado
Subhanallah... Maju terus untuk mengembangkan moderasi yang ada Bang ?
BalasHapus